Menghidupkan Lahan Mati Bernafas Pertanian Modern

Tanah Laut, Kalimantan Selatan, 14/8 (ANTARA) - Dari tanah sunyi yang mati, traktor dan ekskavator bekerja serempak, membangun pertanian modern, siap jadi lumbung padi di pelosok Tanah Laut, Kalimantan Selatan.
Puluhan alat berat ekskavator dikerahkan bekerja membentuk petak-petak sawah baru yang rapi. Deru mesin bercampur bau tanah basah, menandai semangat menghidupkan kembali lahan yang sebelumnya terlantar.
Tanggul setinggi sekitar dua meter dibangun mengelilingi area ini, menjadi benteng kokoh penahan air. Langkah itu untuk mencegah banjir merendam sawah dan merusak bibit padi.
Lahan luas yang sebelumnya hanyalah hamparan tanah hitam kini mulai dibentuk menjadi sawah baru. Sebuah traktor kecil juga merayap perlahan di tengah ladang.
Dua operator mengendalikan traktor, memastikan tanah yang gembur siap menjadi tempat tumbuhnya padi. Mereka tampak fokus, sesekali berkomunikasi di antara deru mesin.
Di pinggir lahan, seorang pria duduk santai di atas tumpukan pipa besar. Pandangannya tertuju pada traktor yang bekerja, seolah menimbang-nimbang hasil yang akan datang.
Tak jauh darinya, seorang petani berdiri sambil memperhatikan proses olah tanah. Lahan yang dulunya terendam banjir kini mulai berubah wajah menjadi area produktif.
Beberapa meter dari situ, suasana menjadi lebih hidup. Sekelompok orang berkumpul, pandangan mereka tertuju pada sebuah drone berukuran besar yang terbang rendah di atas lahan. Bentuknya kokoh, dengan tangki kecil di bawahnya, siap menebar benih padi.
Inilah teknologi baru yang sedang diperkenalkan: penanaman padi menggunakan drone. Cara modern ini diharapkan mempersingkat waktu tanam dan meningkatkan efisiensi kerja petani. Di kejauhan, traktor masih setia membajak tanah.
Program ini adalah bagian dari cetak sawah rakyat yang menjadi percontohan yang dicanangkan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan bersama Kementerian Pertanian.
Di bawah pohon rindang dekat tenda upacara, beberapa pejabat berdiri bersama-sama. Salah satu dari mereka menunjuk ke arah lahan, menjelaskan kepada rombongan tentang proses yang sedang berlangsung.
Bupati dan para pejabat lain mengenakan pakaian lapangan lengkap dengan sepatu bot. Wajah mereka serius namun tampak bangga melihat lahan baru ini siap ditanami padi.
Tak jauh dari kerumunan, dua anak muda berdiri berdampingan di tanah kering yang retak. Mereka sedang memeriksa sebuah drone yang terparkir di tanah.
Salah satu dari mereka memegang remote kontrol, menunjukkan kepada rekannya cara mengoperasikan perangkat canggih ini. Wajah mereka memancarkan semangat generasi muda yang siap terjun ke dunia pertanian.
Drone itu tampak gagah, dengan baling-baling besar dan lampu indikator menyala. Tangkinya terisi penuh, siap menjalankan misi penanaman.
Angin dari baling-baling membuat debu tanah berputar di udara. Begitu lepas landas, drone melayang mulus, menandai awal proses tanam padi dari udara.
Dengan perlindungan tanggul dan teknologi modern, lahan ini diharapkan menjadi sentra baru produksi padi. Upaya ini menyatukan kerja keras manusia dan inovasi teknologi demi kemandirian pangan.
Lahan percontohan
Hamparan tanah hitam itu dulu hanya lahan sering tergenang air, dibiarkan tak tergarap karena dianggap terlalu berisiko. Kini, deru mesin dan langkah petani mulai mengubahnya menjadi pusat kegiatan baru.
Bupati Tanah Laut Rahmat Trianto menyatakan Desa Ujung menjadi saksi langkah awal cetak sawah rakyat di Kabupaten Tanah Laut. Dari target 4.200 hektare, sekitar 3.800 hektare sudah berkontrak untuk digarap.
Di titik ini, 359 hektare disiapkan secara khusus. Bukan dengan cara lama, melainkan dengan teknologi modern yang memangkas waktu dan tenaga.
Puluhan ekskavator dikerahkan, membentuk lahan menjadi petak-petak rapi. Drone pertanian ikut ambil peran. Perangkat ini menebar benih padi dengan cepat dan merata, memungkinkan proses tanam selesai dalam waktu singkat.
Kehadiran teknologi pertanian menandai pergeseran metode, dari kerja manual yang menguras tenaga menuju otomasi yang presisi.
Program ini tidak hanya berhenti di satu titik. Kabupaten Tanah Laut memiliki lahan baku sawah sekitar 27.100 hektare. Upaya sedang dilakukan agar seluruhnya bisa ditanam tiga kali setahun.
Irigasi baru, distribusi alat modern, dan dukungan logistik menjadi kunci agar siklus tanam IP300 atau tiga kali dalam setahun dapat dijalankan.
Kecamatan Bati-bati dipilih bukan tanpa alasan. Wilayah ini dulunya menjadi langganan banjir. Keberhasilan di sini akan membuktikan bahwa lahan bermasalah pun bisa diubah menjadi sentra produksi pangan dengan sentuhan teknologi modern.
Modelnya diharapkan menjadi acuan bagi daerah lain di Tanah Laut, bahkan luar kabupaten.
Pemerintah daerah yakin dengan pendampingan berkelanjutan, lahan ini akan produktif untuk waktu lama.
Perlindungan terhadap lahan menjadi bagian penting strategi. Pemerintah Kabupaten Tanah Laut telah mengesahkan Peraturan Daerah yang melarang alih fungsi sawah menjadi bentuk penggunaan lain.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 11 Tahun 2024 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, memberi dasar hukum untuk melindungi petani dari praktik penyerobotan lahan.
Sanksi bagi pelanggaran disusun berlapis, mulai dari administratif hingga pidana. Mekanisme ini dirancang agar sawah yang telah diusahakan tidak kembali hilang karena spekulasi tanah atau konversi perkebunan.
Pertanian modern
Langkah ini bukan sekadar penanaman padi. Ini adalah proyek cetak sawah rakyat yang menjadi percontohan di Kalimantan Selatan bernafas teknologi modern.
Penanggung Jawab Program Swasembada Pangan Kalimantan Selatan (Kalsel) Mulyono menyatakan Kementerian Pertanian memulai dari sini, membuka lahan, menyiapkan sarana, dan memperkenalkan teknologi penanaman berbasis drone untuk pertama kalinya.
Targetnya jelas, mengubah lahan tidur menjadi sumber pangan yang produktif.
Kalimantan Selatan mendapat jatah cetak sawah mencapai 30 ribu hektare. Dari jumlah itu, Kabupaten Tanah Laut kebagian lebih dari 4 ribu hektare. Di Bati-Bati, program ini dimulai di lahan seluas 359 hektare.
Bukan angka kecil jika mengingat setiap hektare yang berhasil diolah berarti tambahan stok beras yang signifikan.
Dukungan pemerintah pusat tidak hanya sebatas membuka lahan. Petani di sini mendapat bantuan benih, pupuk, dan herbisida secara penuh.
Bahkan, deretan alat dan mesin pertanian modern mulai dari traktor roda dua, traktor roda empat, rotavator, pompa air, hingga combine harvester disiapkan untuk memastikan setiap tahap produksi berjalan efisien.
Kekuatan program ini tidak hanya ada pada teknologi, tapi juga pada siapa yang mengoperasikannya. Sebanyak 15 anak muda petani milenial yang tergabung dalam Brigade Pangan dilatih untuk menguasai setiap mesin.
Mereka bukan sekadar operator, tapi manajer lapangan yang memahami manajemen usaha tani.
Dengan dukungan teknologi, pola tanam di wilayah ini didorong naik drastis. Lahan yang biasanya hanya ditanami sekali setahun kini diarahkan bisa panen hingga tiga kali. Perubahan ini berpotensi menggandakan bahkan melipatgandakan hasil produksi dalam hitungan musim.
Potensi Tanah Laut untuk menjadi lumbung pangan sangat besar. Luas lahan sawahnya mencapai hampir 40 ribu hektare. Jika semua dikelola dengan sistem dan teknologi modern, daerah ini bisa menjadi salah satu penopang utama pasokan beras di Indonesia.
Namun, keberhasilan membuka lahan baru harus dibarengi dengan perlindungan jangka panjang. Pemerintah daerah menyiapkan kebijakan agar lahan-lahan produktif ini tidak beralih fungsi.
Melalui peraturan daerah dan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, setiap hektare sawah yang sudah dicetak akan dijaga statusnya.
Komitmen ini diperkuat dengan perjanjian bersama para penggarap lahan. Minimal lima hingga sepuluh tahun ke depan, sawah-sawah baru ini harus tetap ditanami padi. Langkah ini menjadi kunci agar investasi besar dalam program cetak sawah rakyat tidak sia-sia.
Transformasi di Bati-Bati adalah awal dari perubahan yang lebih besar. Jika model ini berhasil, kabupaten lain di Kalimantan Selatan akan mengadopsinya.
Program ini diharapkan menjadi solusi nyata menutup kerugian akibat alih fungsi lahan yang mencapai hampir 100 ribu hektare setiap tahun di Indonesia.
Di tengah bentangan sawah baru ini, terlihat jelas satu hal: pertanian tidak lagi sekadar cangkul dan lumpur. Mesin, drone, dan anak-anak muda kini menjadi bagian penting dari cerita pangan negeri.
Sebuah tanda bahwa masa depan pertanian Indonesia sedang ditulis ulang, dimulai dari tanah di Bati-Bati.
Pemanfaatan teknologi modern adalah terobosan pemerintah untuk mengubah lahan mati menjadi sawah produktif, mendorong lonjakan produksi pangan demi mewujudkan swasembada pangan yang berkelanjutan. (ANTARA/Muhammad Harianto)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.